Sabtu, 03 Oktober 2015

Soliloqui

Lengan malam kian memeluk punggungku
yang ditumbuhi akar-akar 
liar serupa harap penopang hidup.
Senja sudah mati, kataku. 
Di tangan gelap, ia terkulai
bersama reruntuhan percaya yang 
berusaha kubangun kembali dengan pasir
dan semen kualitas prima.

Percuma, ia bilang. Bangunan itu
tak akan lebih kokoh 
dari patah hati. "Baiklah, akan
kutambahkan segerobak memoar untukku 
berkaca diri." Yakin, bisa? Ia
setengah mengejek. "Pelan-pelan..." 
Sinis ia kembali bertanya, "dia?"
Aku tersenyum sembari merapal
doa dalam jiwa terbengkalai.


Jatinegara, 03 Oktober 2015

0 comments:

Posting Komentar